GA 218 siap meninggalkan Bandara Soetta |
GA 218 Tiba di Yogyakarta |
Lagi-lagi
kunjungan ke Yogya kali ini merupakan hasil perburuan tiket promo. Saya
mendapkan tiket dengan harga Rp. 253.600,- sekali jalan. Pulang dan pergi
mendapatkan harga yang sama. Melihat aktivitas yang saya lakukan selama di
Yogya, saya memberikan tema kunjungan kali ini sebagai kunjungan blusukan. Saya
mengunjungi tempat-tempat yang bukan merupakan obyek wisata populer yang banyak
dikunjungi wisatawan.
Saya
mengawali hari Sabtu (30 Maret 2013) dengan sarapan Kupat Tahu Magelang Bu Budi
yang terletak di perkampungan. Lokasinya di Jalan Godean Km. 8 sisi selatan
jalan, masuk gang kurang lebih 100 meter dan ada di sebelah kiri gang. Aroma
bumbu kecapnya begitu segar. Sayur kubisnya terlihat hijau cerah karena
pemanasan yang pas, tidak terlalu matang. Harga yang harus saya bayar untuk
seporsi kupat tahu dan segelas es jeruk nipis cukup Rp. 6.500,- (enam ribu lima
ratus rupiah) saja. “Mana ada menu makanan sekaligus minum seharga ini di
ibukota negara Jakarta!”, batin saya.
Tuntas sarapan, saya meluncur ke tempat yang tidak bagitu jauh dari lokasi sarapan. Sasaran saya adalah tempat yang tengah menjadi perbincangan heboh dan kontroversial di media, yaitu Lapas Cebongan. Lapas ini ternyata ada di daerah, bukan pusat kota. Depan lapas hanyalah jalan kecil dimana untuk berpapasan dua mobil pun harus berjalan pelan. Seberang lapas terhampar sawah dengan tanaman padi yang tengah menguning. Beberapa meter menjelang sampai lapas, saya bahkan melihat seekor ular sepanjang kurang lebih dua meter melintas jalan dan menghilang di balik rimbunnya tanaman padi.
Tuntas
sarapan, saya meluncur ke tempat yang tidak bagitu jauh dari lokasi sarapan.
Sasaran saya adalah tempat yang tengah menjadi perbincangan heboh dan
kontroversial di media, yaitu Lapas Cebongan. Lapas ini ternyata ada di daerah,
bukan pusat kota. Depan lapas hanyalah jalan kecil dimana untuk berpapasan dua
mobil pun harus berjalan pelan. Seberang lapas terhampar sawah dengan tanaman
padi yang tengah menguning. Beberapa meter menjelang sampai lapas, saya bahkan
melihat seekor ular sepanjang kurang lebih dua meter melintas jalan dan
menghilang di balik rimbunnya tanaman padi.
Tempat
ini ternyata berada tidak jauh dari ibukota kecamatan. Cukup ramai untuk ukuran
kecamatan. Daerah yang sekilas nampak aman sebenarnya karena tak jauh dari
lokasi tedapat Kantor Polsek dan Kantor Koramil. Ada juga Puskesmas di dekat lokasi.
Tempat
ini sedang menjadi pusat perhatian saat saya berkunjung. Terlihat beberapa
mobil operasional stasiun televisi terparkir di halaman. Ada juga reporter
televisi yang tengah mengambil gambar dan melakukan reportase dari lokasi.
Kunjungan
saya bertepatan dengan waktu berkunjung bagi penghuni lapas. Beginilah suasana
prosedural mengunjungi sanak saudara tau kerabat yang berada di lapas.
Sabtu (30
Maret 2013) sore, saatnya mencicipi ayam goreng jawa Mbah Cemplung. Jangan
dibayangkan tempat makan ini berlokasi di daerah strategis (pusat keramaian)
yang biasa dikunjungi orang atau di pinggir jalan raya. Lokasi tepatnya ada di
desa Sembungan, kelurahan Bangunjiwo, kecamatan
Kasihan, Kabupaten Bantul. Lokasinya yang berada di kawasan pedesaan (luar kota
Yogya) dan bukan jalur lalu lintas angkutan umum menyebabkan tempat makan ini susah
dicari bagi orang yang hanya sesekali ke Yogya. Tempat populer yang sering
dijadikan acuan apabila hendak menuju lokasi ini adalah sentra kerajinan
gerabah Kasongan atau pabrik gula Madukismo.
Gerbang Masuk Ayam Goreng Mbah Cemplung |
Dari
pinggir jalan mungkin kita tak akan mengira bahwa tempat makan ini begitu luas
karena lokasinya, terutama tempat parkirnya, yang menjorok ke dalam sehingga
tak terlihat adanya mobil atau motor pelanggan yang parkir berderet-deret di
tepi jalan. Parkir pun tidak berada di pinggir jalanMeski telah melewati waktu
makan siang, tempat makan ini masih saja dikunjungi oleh banyak pelanggan.
Mobil-mobil luar kota Yogya berjejer di tempat parkir.
Tempat Makan Mbah Cemplung di Atas |
Minggu (31 Maret 2013) pagi sebelum balik ke Jakarta, saya sempatkan meninjau obyek yang tengah menjadi perbincangan di media, yaitu harta sitaan KPK di Yogya. Obyek tersebut berupa tiga bidang tanah berikut rumah (bangunan) di atasnya yang berlokasi di Jalan Langenastran Kidul Nomor 7 dan Jalan Patehan Lor Nomor 34 & 36A (dua lokasi yang bersebelahan pada bagian belakang). Dilihat dari peta, tanah dan bangunan milik mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo (“Djoko”) ini berada pada jalan yang segaris, hanya saja dipisahkan oleh Alun-alun Selatan dan berada di Kompleks Jeron Beteng Keraton Yogya.
Obyek
yang berada di Jalan Langenastran Kidul Nomor 7 (sisi timur Alun-alun Selatan) merupakan
lahan seluas 600 meter persegi dan di atasnya terdapat rumah yang tergolong kuno.
Sebagaimana tertera di tembok depan, rumah ini biasa disebut Dalem Supraban
karena dahulu rumah tersebut milik Sugeng Suprobo, salah seorang kerabat
keraton keturunan Sultan Hamengku Buwono VII. Rumah ini pernah dikontrak oleh Yayasan
Longstay Indonesia-Jepang, dibeli Djoko tahun 2010 seharga Rp 2 miliar dan
diatasnamakan putrinya yang bernama Poppy.
Obyek
yang berada Jalan Patehan Lor Nomor 34 & 36A (sisi timur Alun-alun Selatan)
merupakan lahan seluas 1.000 meter persegi. Di atasnya berdiri rumah kuno yang
dibangun tahun 1921 dan direnovasi tahun 1988. Obyek ini sebelumnya tercatat dimiliki
oleh Ariono, kemudian dibeli oleh Djoko seharga sekitar Rp 4 miliar (nomor 34) & dan Rp. 300 juta (nomor 36A).
Pintu Gerbang Jln. Patehan Lor No. 34 |
Jln. Patehan Lor No. 34 |
Jln. Patehan Lor No. 36 A |
Minggu
(31 Maret 2013) saya pun mengakhiri kunjungan blusukan ke Yogya untuk
kesempatan kali ini. Garuda dengan nomor penerbangan GA 209 menghantarkan saya
sampai dengan Bandara Soetta pada petang hari yang cerah.
Tiba Kembali di Bandara Soetta |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar