Ini dokumentasi perjalanan singkat
saya ke Yogyakarta “(Yogya”) dua kali berturut-turut hanya dalam sepekan.
Diawali dengan perjalanan Jakarta-Cirebon 23 Mei 2013 dengan Cirebon Ekspress
dengan harga tiket Rp. 150.000,-. Kereta berangkat pukul 09.50 menempati seat 3D. Sampai Cirebon langsung ke
tempat penginapan, yaitu Hotel Santika yang letaknya tak seberapa jauh dengan
Stasiun Cirebon. Awalnya saya akan menginap dua hari di sini dan balik ke
Jakarta 25 Mei 2013. Rupanya Jumat siang (24 Mei 2013) urusan sudah kelar. Muncullah ide kilat untuk melanjutkan
perjalanan ke Yogya sebelum balik Jakarta, memanfaatkan waktu tersisa.
Suasana di Kereta GBM
|
Pergulatan ide menuju realisasi
dimulai dengan mencari informasi kereta ke Yogya. Paska 13.00 sudah tak ada
lagi kereta eksekutif ke arah Yogya.
Sekitar jam tujuh malam baru akan ada kereta ekonomi AC kalau tak salah.
Alhasil, coba peruntungan untuk cari informasi langsung ke Stasiun Cirebon
dengan ambil risiko balik Jakarta kalau tak juga dapat tiket ke Yogya. Rupanya
ada pilihan yaitu kereta ekonomi AC yang berangkat pukul 15.05, namun tidak
berhenti alias berangkat dari Stasiun Cirebon.
Nikmatnya Bersantap di Kereta GBM
|
Pilihan pun saya ambil, yaitu naik
kereta Gaya Baru Malam (“GBM”), berangkat dari Stasiun Prujakan 24 Mei 2013 pemberangkatan
15.05. Ini adalah kereta tujuan Surabaya dan di Yogya berhenti di Stasiun
Lempuyangan. Dari Stasiun Cirebon, setelah mengurus pengembalian tiket balik
Jakarta yang sudah telanjur terbeli, saya melesat ke Stasiun Prujakan naik ojek
dengan ongkos Rp. 10.000,-.
Sambil menanti kereta datang, saya
buka notebook untuk membeli tiket Yogya-Jakarta. Sebelum check out dari Hotel
Santika, saya sebenarnya sudah cari-cari alternatif dan menemukan harga
terbaik, yaitu Mandala namun belum saya eksekusi. Setelah dapat kepastian ke
Yogya, tibalah saat untuk mengeksekusinya. Saya beli tiket Mandala RI 345 untuk
pemberangkatan Sabtu (25 Mei 2013) pukul 18.00 dengan harga Rp. 334.900,-.
Setelah menanti sekitar satu jam,
saya pun terangkut dengan kereta ekonomi AC ini pada seat 16A. Inilah pengalaman pertama saya naik kereta dari Stasiun
Prujakan dan pengalaman kedua saya naik kereta GBM. Pengalaman pertamanya
sekitar empat tahun lalu naik dari Stasiun Jakarta Kota dan saat itu merupakan
kereta ekonomi tanpa AC. Kereta pun sampai Yogya meleset setengah jam dari
jadwal.
Mandala RI 345 siap meninggalkan Yogya |
Sabtu (25 Mei 2013) saya sudah
siap di Bandara Adisucipto pukul 16.45. Ini akan menjadi pengalaman pertama
saya naik Mandala versi baru setelah mengalami penutupan operasi. Cuaca
ternyata buruk. Beberapa penerbangan tertunda, termasuk Mandala yang saya
nantikan. Akhirnya Mandala RI 345 pun
tinggal landas pukul 20.00. Penumpang tidak begitu banyak, kira-kira setengah
kapasitas saja. Saya menempati seat
23F. Sebuah penerbangan yang mengerikan untuk saya, karena hampir tiga perempat
perjalanan saya lalui dengan guncangan-guncangan hebat. Pramugari pun
membatalkan penyajian menu karena terpaksa harus lebih banyak duduk di tempat
dalam kondisi cuaca buruk itu.
Mandala RI 345 tiba di Bandara Soetta Yogya |
Tora Sudiro di Ruang Tunggu Terminal 3 Bandara Soetta |
Sepekan kemudian, tepatnya Sabtu
(1 Juni 2013) saya kembali ke Yogya. Kali ini menggunakan Air Asia QZ 7552 yang saya beli tanggal 19
Maret 2013 di harga promo Rp. 239.000,-. Cuaca cerah saat pesawat tinggal landas
tepat waktu pukul 10.30. Saya menempati seat
21F, satu pesawat dengan selebriti
Tora Sudiro yang duduk di seat 31F
alias pojok paling belakang.
AA QZ 7552 siap meninggalkan Jakarta |
AA QZ 7552 siap landing Yogya |
AA QZ 7552 siap landing Yogya |
AA QZ 7552 tiba di Yogya
|
Warung Handayani
|
Tiba di Yogya langsung melesat ke
tempat makan siang. Kali ini pilihan jatuh di Warung Handayani di alun-alun
kidul. Menunya adalah nasi brongkos telur (Rp. 8.000) dan es campur (Rp.
4.000,-). Bagi yang tidaak suka brongkos, si warung ini tersedia juga nasi soto ayam dan nasi pecel dengan harga relatif sama.
Waktu saya di Yogya sangat singkat, hanya beberapa jam karena
petangnya saya balik Jakarta lagi. Mengapa begitu cepat? Ya, karena saya
mencari tiket murah dan untuk hari Minggu harga tiket tak ada yang murah.
Perjuangan mencari tiket promo memang hanya membuahkan tiket satu arah ke
Yogya. Sempat terpikir untuk membiarkan tiket ini hangus bila tak juga
menemukan tiket murah untuk balik Jakarta.
Citilink QG 9322 mengudara di atas Yogya |
Setelah monitor terus menerus baik
tiket kereta mapun pesawat, ternyata Citilink pada 30 Mei 2013 me-release harga terendah (setahu saya),
yaitu Rp. 296.500. Secepat kilat tiket itu saya sambar, keburu lenyap diambil
orang lain. Yah, akhirnya pada pukul 15.
Tiket Citilink QG 9322 untuk penerbangan 1 Juni 2013 ada dalam genggaman
saya.
Jika seminggu sebelumnya saya
merasakan pertama kali menggunakan mandala paska
reborn, kali ini pun saya mengalami hal yang sama, naik Citilink paska reborn. Terakhir menggunakan Citilink
mungkin sudah lebih dari satu dasawarsa yang lalu, saat warna pesawatnya masih
didominasi warna putih polos tanpa logo. Baik Mandala maupun Citilink, keduanya
sama-sama mengambil jatah jalurnya Batavia Air yang mengalami penutupan.
Citilink berangkat tepat waktu pukul 18.05 dan saya menempati seat 7a.
Citilink QG 9322 siap meninggalkan Yogya |
Itulah sekelumit catatan
perjalanan singkat saya. Perjalanan berikut (Jakarta-Kuala Lumpur-Perth), lima
hari ke depan, telah menunggu di depan mata. Jika perjalanan ke dapan ini
tereksekusi, maka hanya dalam waktu hanya dua minggu saya menjalani tiga
penerbangan pulang pergi. Tentu saja ini akan menjadi rekor untuk saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar