Kamis, 20 Juni 2013

Jakarta - Kuala Lumpur - Perth with Air Asia Fly Thru 6 - 9 June 2013



AA QZ 8196 siap tinggalkan Jkt

“Ini adalah perjalanan kedua dari Jakarta ke Perth melalui Kuala Lumpur (“KL”); mestinya saya lebih percaya diri!” gumam saya menjelang berangkat ke Bandara Soetta. Ya, semua tempat-tempat penting yang harus saya lewati selama perjalanan sudah saya “capture”  pada perjalanan pertama Agustus 2012 yang lalu. Mulai dari imigrasi, check in bagasi, transit, ruang tunggu bandara, pergantian pesawat, dan sejenisnya sudah saya identifikasi dan besar kemungkinan belum berubah prosedur maupun lokasinya.  “Medan yang akan saya lalui sama; ini hanya pengulangan, tak ada yang perlu dikhawatirkan” bisik saya dalam hati. 

 Memang keyakinan saya benar-benar terbukti. Jika dalam perjalanan pertama ada sejumlah kekhawatiran yang menggelayut selama perjalanan, maka kali ini saya serasa melenggang ringan selama perjalanan Jakarta ke Perth. Beberapa kekhawatiran yang dulu menyelimuti benak saya antara lain: barang-barang yang boleh dibawa ke kabin, pengurusan bagasi saat beralih penerbangan, prosedur pindah penerbangan di KL, dan urusan dengan imigrasi. Untuk semua kekhawatiran itu saya sudah tahu jawaban atau penjelasannya.


Begitu tenangnya, saya sampai benar-benar menikmati waktu tunggu di Blue Sky Longue Terminal 3 Bandara Soetta. Hampir semua menu saya cicipi. Maklum, back packer tak memesan makanan dalam penerbangan. Jadi, bikin kenyang selagi di bandara menjelang keberangkatan.


Ringkasan Penerbangan

AA D 7236 siap tinggalkan Kuala Lumpur
Kali ini perjalanan Jakarta ke Perth pulang pergi menggunakan Air Asia (“AA”) dengan tiket seharga Rp. 3.456.000,- yang saya beli pada 19 September 2012 dengan kode booking C5BQ4C. Belakangan saya menambah bagasi maksimum 15 kg seharga Rp. 105.000,- (Jakarta – KL) dan Rp. 165.000, (KL-Perth).


Berangkat 6 Juni 2013 dengan AA QZ 8196 pemberangkatan pukul 18.35 menempati seat 18E transit KL. Dari KL menggunakan AA D 7236 pada 7 Juni 2013 pukul 00.05 menempati seat 23J. Balik dari Perth ke KL 9 Juni 2013 dengan AA D 7237 pemberangkatan pukul 06.50 menempati seat 37G, disambung dengan AA QZ 8193 pada tanggal yang sama untuk penerbangan KL – Jakarta, pemberangkatan pukul 14.55 dengan menempati seat 18E.


Fly Thru - Penerbangan Lanjutan Transit di KL (Bagasi otomatis berpindah)
Poster Petunjuk Transfer Flight LCCT KL

Ada beberapa pertanyaan yang sering diajukan dalam milis jalan-jalan. Kalau saya hendak ke luar negeri transit di KL dengan penerbangan yang sama, apakah harus keluar bersama penumpang lain tujuan KL, atau tinggal pindah ruang tunggu? Bagaimana dengan bagasi saya?  

Jawaban atas pertanyaan tersebut di atas tergantung dari jenis pembelian tiket: terpisah (dua kode booking) atau lanjutan (satu kode booking). Jika tiketnya terpisah, maka itu sama saja kita melakukan dua penerbangan yang terpisah. Konsekuensinya begitu tiba di KL kita harus menyelesaikan semua urusan (mengeluarkan bagasi dan keluar imigrasi) untuk penerbangan pertama, kemudian masuk lagi untuk penerbangan kedua mulai dari awal (check-in lagi). Risikonya, bila penerbangan pertama terlambat dan kita tidak berhasil mengejar penerbangan berikutnya, itu merupakan tanggung jawab sepenuhnya penumpang.


Label Bagasi Otomatis Berpindah
Penerbangan saya adalah jenis kedua (satu kode booking untuk dua sektor penerbangan terpisah) yang dalam AA disebut dengan fly-thru. Waktu check-in di Bandara Soetta, bagasi saya diberikan dua label (seperti foto terlampir). Label pertama bertuliskan dua kode kota yang akan disinggahi oleh bagasi. Label kedua bertuliskan “Air Asia Flight Transfer”. Ini artinya saat tiba di KL kita tidak perlu mengurusi bagasi lagi. Petugas bandara KL akan memindahkan bagasi ini ke penerbangan sektor berikutnya. 
 
Saat tiba di KL, tepatnya di pintu masuk terminal akan ada petunjuk naik escalator (pintu keluar imigrasi) atau ke samping belok kiri (transfer). Kita ambil yang ke kiri. Kalaupun  terlanjur ke lantai dua karena mengikuti penumpang lain yang penerbangannya berakhir di KL tak perlu khawatir. Di lantai dua depan eskalator ada poster (foto terlampir) yang mempersilakan kita untuk kembali turun.


Di counter transit kita akan registrasi lagi; tunjukkan paspor dan tiket penerbangan lanjutan. Barang bawaan di kabin akan melewati sensor lagi. Baru kemudian kita diarahkan ke ruang tunggu berikutnya, dalam kasus saya di pintu 14 LCCT KL.











Ruang Tunggu pintu 14 LCCT KL


Ruang Tunggu 13-14 Bandara KL
Penerbangan KL – Perth dilayani oleh AA X dengan menggunakan pesawat berlambung besar jenis Airbus 330. Rupanya jumlah tempat duduk di ruang tunggu tak sebanding dengan kapasitas pesawat. Akibatnya mendekati boarding terdapat sejumlah penumpang yang tak dapat duduk di ruang tunggu. Beberapa bertahan berdiri, sebagian lagi duduk lesehan di lantai.




Kapasitas Tempat Duduk Ruang Tunggu Tak Memadai

Transport Bis Bandara ke Perth

Tiba di Perth 30 menit lebih awal, jadi saya bisa agak santai karena memang tak ada agenda di hari itu. Kali ini saya mencoba pengalaman baru masuk ke City of Perth dengan transportasi publik. Dari bandara internasional tidak ada layanan bis ke arah kota, adanya di terminal domestik. Dari bandara internasional saya menggunakan fasilitas gratis berupa bis Connet ke terminal domestik. Barulah dari terminal domestik saya naik bis Transperth Route 37 (Perth Domestic Airport - Kings Park). Kalau tidak salah tarifnya mendekati AUD 4 (dihitung dua zona).

Halte Bis Menuju Terminal Domestik

Cottesloe lagi

Area Berselancar Cottesloe Beach
8 Juni 2013 saya meniatkan diri untuk berlama-lama menikmati suasana pantai Cottesloe sampai puas menyaksikan sunset. Menuju ke Cottesloe saya menggunakan bis Transperth Route 102 (western Timetable 31) dari Esplenade Station. Begitu praktisnya ketimbang naik kereta karena dengan bis bisa turun di halte persis depan area pantai. Bila menggunakan kereta, dari Stasiun Cottesloe harus jalan kaki agak jauh melewati Forrest Street seperti kunjungan saya sebelumnya. 


Cottesloe di Siang Hari
Dudul Santai Menikmati Cottesloe Beach




Sunset Mentari di Cottesloe

Sunset di Cottesloe Beach

Sunset di Cottesloe Beach

Petang Hari di Cottesloe Beach


Gerbang Utama Cottesloe Beach







Minggu, 02 Juni 2013

Kunjungan Singkat Yogya Mei-Juni 2013


Ini dokumentasi perjalanan singkat saya ke Yogyakarta “(Yogya”) dua kali berturut-turut hanya dalam sepekan. Diawali dengan perjalanan Jakarta-Cirebon 23 Mei 2013 dengan Cirebon Ekspress dengan harga tiket Rp. 150.000,-. Kereta berangkat pukul 09.50 menempati seat 3D. Sampai Cirebon langsung ke tempat penginapan, yaitu Hotel Santika yang letaknya tak seberapa jauh dengan Stasiun Cirebon. Awalnya saya akan menginap dua hari di sini dan balik ke Jakarta 25 Mei 2013. Rupanya Jumat siang (24 Mei 2013) urusan sudah kelar.  Muncullah ide kilat untuk melanjutkan perjalanan ke Yogya sebelum balik Jakarta, memanfaatkan waktu tersisa.

Suasana di Kereta GBM

Pergulatan ide menuju realisasi dimulai dengan mencari informasi kereta ke Yogya. Paska 13.00 sudah tak ada lagi kereta eksekutif ke  arah Yogya. Sekitar jam tujuh malam baru akan ada kereta ekonomi AC kalau tak salah. Alhasil, coba peruntungan untuk cari informasi langsung ke Stasiun Cirebon dengan ambil risiko balik Jakarta kalau tak juga dapat tiket ke Yogya. Rupanya ada pilihan yaitu kereta ekonomi AC yang berangkat pukul 15.05, namun tidak berhenti alias berangkat dari Stasiun Cirebon.




Nikmatnya Bersantap di Kereta GBM

Pilihan pun saya ambil, yaitu naik kereta Gaya Baru Malam (“GBM”), berangkat dari Stasiun Prujakan 24 Mei 2013 pemberangkatan 15.05. Ini adalah kereta tujuan Surabaya dan di Yogya berhenti di Stasiun Lempuyangan. Dari Stasiun Cirebon, setelah mengurus pengembalian tiket balik Jakarta yang sudah telanjur terbeli, saya melesat ke Stasiun Prujakan naik ojek dengan ongkos Rp. 10.000,-.




Sambil menanti kereta datang, saya buka notebook untuk membeli tiket Yogya-Jakarta. Sebelum check out dari Hotel Santika, saya sebenarnya sudah cari-cari alternatif dan menemukan harga terbaik, yaitu Mandala namun belum saya eksekusi. Setelah dapat kepastian ke Yogya, tibalah saat untuk mengeksekusinya. Saya beli tiket Mandala RI 345 untuk pemberangkatan Sabtu (25 Mei 2013) pukul 18.00 dengan harga Rp. 334.900,-.

Setelah menanti sekitar satu jam, saya pun terangkut dengan kereta ekonomi AC ini pada seat 16A. Inilah pengalaman pertama saya naik kereta dari Stasiun Prujakan dan pengalaman kedua saya naik kereta GBM. Pengalaman pertamanya sekitar empat tahun lalu naik dari Stasiun Jakarta Kota dan saat itu merupakan kereta ekonomi tanpa AC. Kereta pun sampai Yogya meleset setengah jam dari jadwal.

Mandala RI 345 siap meninggalkan Yogya
Sabtu (25 Mei 2013) saya sudah siap di Bandara Adisucipto pukul 16.45. Ini akan menjadi pengalaman pertama saya naik Mandala versi baru setelah mengalami penutupan operasi. Cuaca ternyata buruk. Beberapa penerbangan tertunda, termasuk Mandala yang saya nantikan. Akhirnya Mandala  RI 345 pun tinggal landas pukul 20.00. Penumpang tidak begitu banyak, kira-kira setengah kapasitas saja. Saya menempati seat 23F. Sebuah penerbangan yang mengerikan untuk saya, karena hampir tiga perempat perjalanan saya lalui dengan guncangan-guncangan hebat. Pramugari pun membatalkan penyajian menu karena terpaksa harus lebih banyak duduk di tempat dalam kondisi cuaca buruk itu.


Mandala RI 345 tiba di Bandara Soetta Yogya
Tora Sudiro di Ruang Tunggu Terminal 3 Bandara Soetta
Sepekan kemudian, tepatnya Sabtu (1 Juni 2013) saya kembali ke Yogya. Kali ini menggunakan  Air Asia QZ 7552 yang saya beli tanggal 19 Maret 2013 di harga promo Rp. 239.000,-. Cuaca cerah saat pesawat tinggal landas tepat waktu pukul 10.30. Saya menempati seat  21F, satu pesawat dengan selebriti Tora Sudiro yang duduk di seat 31F alias pojok paling belakang.



AA QZ 7552 siap meninggalkan Jakarta

















AA QZ 7552 siap landing Yogya

AA QZ 7552 siap landing Yogya
AA QZ 7552 tiba di Yogya

Warung Handayani 

Tiba di Yogya langsung melesat ke tempat makan siang. Kali ini pilihan jatuh di Warung Handayani di alun-alun kidul. Menunya adalah nasi brongkos telur (Rp. 8.000) dan es campur (Rp. 4.000,-). Bagi yang tidaak suka brongkos, si warung ini tersedia juga nasi soto ayam dan nasi pecel dengan harga relatif sama.






Waktu saya di Yogya sangat singkat, hanya beberapa jam karena petangnya saya balik Jakarta lagi. Mengapa begitu cepat? Ya, karena saya mencari tiket murah dan untuk hari Minggu harga tiket tak ada yang murah. Perjuangan mencari tiket promo memang hanya membuahkan tiket satu arah ke Yogya. Sempat terpikir untuk membiarkan tiket ini hangus bila tak juga menemukan tiket murah untuk balik Jakarta.

Citilink QG 9322 mengudara di atas Yogya
Setelah monitor terus menerus baik tiket kereta mapun pesawat, ternyata Citilink pada 30 Mei 2013 me-release harga terendah (setahu saya), yaitu Rp. 296.500. Secepat kilat tiket itu saya sambar, keburu lenyap diambil orang lain. Yah, akhirnya pada pukul 15.  Tiket Citilink QG 9322 untuk penerbangan 1 Juni 2013 ada dalam genggaman saya.

Jika seminggu sebelumnya saya merasakan pertama kali menggunakan mandala paska reborn, kali ini pun saya mengalami hal yang sama, naik Citilink paska reborn. Terakhir menggunakan Citilink mungkin sudah lebih dari satu dasawarsa yang lalu, saat warna pesawatnya masih didominasi warna putih polos tanpa logo. Baik Mandala maupun Citilink, keduanya sama-sama mengambil jatah jalurnya Batavia Air yang mengalami penutupan. Citilink berangkat tepat waktu pukul 18.05 dan saya menempati seat 7a.


Citilink QG 9322 siap meninggalkan Yogya

Itulah sekelumit catatan perjalanan singkat saya. Perjalanan berikut (Jakarta-Kuala Lumpur-Perth), lima hari ke depan, telah menunggu di depan mata. Jika perjalanan ke dapan ini tereksekusi, maka hanya dalam waktu hanya dua minggu saya menjalani tiga penerbangan pulang pergi. Tentu saja ini akan menjadi rekor untuk saya.