Selasa, 20 Mei 2014

Jakarta - Yogyakarta 17 - 19 Mei 2014




Data Perjalanan :



Date
Route
Maskapi
Flight
Skedul
Pesan
Harga
Seat
17 Mei 14 Jakarta - Yogyakarta Air Asia
QZ 7550
10.3011.35 7 Jul. 13 IDR 238.109 19 C
19 Mei 14 Yogyakarta - Jakarta Air Asia
QZ 7557
16.05 – 17.15 4 Apr. 14 IDR 214.500 21 E

AA QZ 7550 Siap ke Yogya






Tiket ke Yogya sudah diperoleh jauh hari sebelum tiket balik ke Jakarta. Seharusnya saya balik ke Jakarta dengan Mandala Minggu 18 Mei 2014. Apa daya, Mandala membatalkan penerbangan tersebut sehingga saya menjadi kelabakan untuk mencari tiket pengganti. Ternyata saya gagal mendapatkan tiket balik hari Minggu, terpaksa balik Senin dengan Airasia. Sedikit terhibur karena mendatkan harga tiket promo, meski terpaksa cuti sehari yaitu di hari Senin. Inilah suasana yang melatarbelakangi anjangsana ke Yogya kali ini.

Kunjungan kali ini tidak diawali dengan agenda khusus. Asal pergi begitu saja; memanfaatkan perolehan tiket promo tentunya. Agenda muncul di tengah jalan. Beberapa kali saya mengalami kejadian seperti ini. Jika saya refleksikan, sepertinya ada kekuatan yang membawa langkah saya pada suatu tempat atau kejadian. Kekuatan yang tidak saya ketahui dari mana asalnya, namun saya yakini ini dari yang maha pengatur.
AA QZ 7550 Tiba di Yogya

Kanisius Yogya
Minggu 18 Mei 2014 langkah kaki terayun ke penerbit Kanisius di Jalan Cempaka Deresan. Kesempatan bagi saya untuk mencari assesoris doa. Saya memang sudah terpikir untuk membeli rosario mini seperti yang pernah saya beli di Toko Obor Jakarta. Meski benda yang sama persis dengan yang saya cari tidak ada, saya mendapatkan bentuk lain, salah satunya rosario berbahan kayu cendana. Dua rosario seharga Rp. 10.000,- dan Rp. 10.800,- pun terbeli pada kunjungan kali ini.

Sebelum pulang, ada satu buku yang menggoda perhatian saya:  Cinta Sang Guru. Timbang sana timbang sini, akhirnya buku inipun masuk dalam tas belanja saya. Sebuah buku berisi pengalaman reflektif para guru yang dikompilasi oleh Mintara Sufiyanta. Kanisius rupanya masih menaruh perhatian yang sangat besar pada dunia pendidikan. Penerbitan buku ini dan buku-buku lain sejenis mempertegas kesan saya bahwa sampai kini perhatian itu  masih konsisten terjaga.

Sebagian besar guru yang berkontribusi dalam buku itu adalah wanita. Apakah ini berarti guru wanita lebih tergerak untuk menulis? Sebagian besar penulis juga merupakan guru katolik yang berkarya di sekolah Katolik.

Cerita pengalaman yang dituliskan oleh para guru memang menggelitik dan mengharukan. Salah satunya adalah guru yang mengajar (memberikan tambahan waktu belajar) pada siswa  sambil angon (menggembalakan ternak). Siswa belajar sambil sesekali mengawasi hewan yang digembalakan. Sulit dipercaya bahwa ini kisah nyata. Sebuah langkah kompromi karena orangtua keberatan kalau anaknya belajar berlama-lama. Menggembalakan ternak lebih berharga buat mereka, dan itu situasi riil yang tak terbantahkan. Luar biasa kegigihan sang guru. Alih-alih berkonfrontasi dengan pola pikir para orang tua murid yang diyakini akan menghasilkan kesia-siaan, ia bersiasat dengan cara lain.

Ia meminta agar siswa menentukan satu tempat penggembalaan yang disepakati bersama. Di tempat itulah sang guru datang mengajar. Apakah mereka ini anak-anak yang pintar? Tidak; namun mereka bisa dididik dan memerlukan pendidikan. Salut dari saya untuk guru wanita ini yang tak pantang menyerah memberikan yang terbaik untuk anak didiknya. Jika anda tertarik, silakan baca sendiri di bukunya.  


Bedah Buku : “Orang Sulit: Fakta dan Persepsi”
Kunjungan kali ini memang menjadi bersuasana serius, apalagi di hari terakhir Senin 19 Mei 2014 sebelum kembali ke Jakarta. Saya menghadiri acara bedah buku yang diselenggarakan oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD). Acara dihelat di Gedung BPAD Lantai 2 Jln. Tentara Rakyat Mataram 29 Yogyakarta. Meski berkali-kali lewat jalan raya di depan gedung ini, baru kali ini masuk ke tempat ini. Jadi tahu bahwa ada ruang pertemuan yang berukuran cukup besar di instansi pemerintah daerah ini.



Bedah Buku: "Orang Sulit: Fakta & Persepsi"


Sessi pertama dimulai meleset jauh dari jadwal seharusnya. Buku yang dibedah adalah tulisan Tjipto Suzana yang berjudul Orang Sulit: Fakta dan Persepsi”. Beberapa hal mengemuka dalam ajang ini. Sebutan orang sulit itu bisa berlaku untuk semua orang. Perbedaan kepribadian yang terbawa dalam interaksi dengan orang lain dapat menyebabkan kita menjadi orang yang sulit bagi orang lain. Ada juga faktor gangguan kepribadian. Mekanismenya menelusup antara lain lewat “games”. Ini istilah khusus yang diambil dari terori kepribadian tentang Analisa Transaksional. Intinya, dalam berinteraksi (bertransaksi) dengan orang lain itu terbuka sekali kesempatan bagi kita (disadari maupun tidak) untuk menggunakan pola permainan yang akhirnya menyeret orang lain yang berinteraksi dengan kita. Akan lebih baik bila kita juga membaca basis teoritis yang dirujuk pada buku ini untuk lebih mudah memahami isi buku ini.

Buku yang dibedah belum diperjualbelikan di pasar. Sepertinya baru dicetak terbatas untuk keperluan tertentu seperti untuk acara bedah buku ini. Saya juga belum pernah membaca buku ini. Melihat sepintas dari paparan penulis buku, saya jadi teringat pada sebuah buku yang dapat menjadi bacaan pelengkap untuk buku ini. Buku lawas bersampul wara biru berjudul Komunikasi Keluarga, terbitan BPK Jakarta. Buku ini sudah tidak dicetak lagi sehingga besar kemungkinan sudah tidak bisa ditemukan di toko buku. Saya tidak tahu apakah penulis juga pernah membaca buku ini sebelumnya.


Kembali ke Jakarta
Meski bukan hari Minggu, pesawat Air Asia QZ 7557 ini penuh dengan penumpang. Pesawat ini sebelumnya melayani penerbangan dari Singapura ke Yogyakarta sebelum berlanjut ke Jakarta.

AA QZ 7557 Siap Tinggalkan Yogya



AA QZ 7557 Tiba Kembali di Jakarta


Jumat, 04 April 2014

Jakarta - Perth direct flight with Jetstar 4 - 9 August 2013


Membaca tulisan bertajuk :”Jetstar Mendapat Predikat Sebagai Maskapi Paling Sering Terlambat” (di sini), sontak mengingatkan pengalaman saya dengan maskapi ini dalam perjalanan pulang pergi Jakarta-Perth pada libur lebaran 2013. Perjalanan pulang maupun pergi sama-sama mengalami keterlambatan. Penerbangan pulang dari Perth lebih parah, terlambat sekitar tujuh jam sehingga membuat saya terdampar dan menginap di Bandara Peth.


Perjalanan kali ini diawali dengan pembelian tiket berikut bagasi 15 kg pada 14 November 2012. Berangkat 4 Agustus 2013 dengan JQ 115 pukul 20.25 (harga tiket Rp. 2.039.000). Pulang 9 Agustus 2013 dengan JQ 114 pukul 02.20  (harga tiket seharga AUD 244). Awalnya, saya begitu antusias menyambut datangnya perjalanan ini. Ini akan menjadi pengalaman pertama saya merasakan penerbangan langsung Jakarta – Perth pulang pergi.

Keberangkatan di Bandara Soekarno Hatta

Antri mengular di counter check in Jetstar Bandara Soetta
Dua setengah jam sebelum keberangkatan saya tiba di bandara dan langsung menuju counter. Kendati penerbangan masih lama, penumpang yang antri ternyata luar biasa panjangnya. Bisa jadi ini karena bertepatan dengan libur panjang lebaran. Antrian sebanyak dua baris (sesuai dengan jumlah counter), mengerucut dari arah berlawanan. Sebagian besar membawa bertumpuk-tumpuk kopor berukuran jumbo.


Antri Check in JQ 115 di Bandara Soetta

Dalam kondisi seperti ini, “main mata” pun terjadi agar tidak perlu antri dan proses check in bisa didahulukan. Main mata melibatkan koordinasi yang manis antara petugas Jasa Angkasa Semesta (JAS) yang menggunakan rompi hijau, petugas perusahaan porter (baju seragam merah muda), petugas Jetstar, dan tentu saja penumpang yang ingin “dibantu secara spesial”. Mereka yang dibantu ini pun urusan check in berikut pemasukan bagasi berlangsung cepat tanpa perlu mengantri. Saya dan penumpang lainnya tentu saja mengikuti jalur “normal” saja.

Mempercepat urusan check in


Lobby petugas untuk mempercepat check in

Kelar urusan check in dan mendapatkan seat 18 D, saya bergegas ke pintu imigrasi. Antrian luar biasa panjangnya. Ternyata saat itu sistem sedang mengalami gangguan sehingga proses keiimigrasian ini pun berhenti. Setengah jam menunggu akhirnya saya berhasil melewati pemeriksaan melalui fasilitas autogate. Untuk menghemat biaya makan di pesawat, saya sempatkan makan di lounge sebelum ke ruang tunggu. “Nanti di pesawat tinggal tidur sampai tujuan”, begitu pikir saya.

Kira-kira setengah jam sebelum jadwal penerbangan, saya meluncur ke ruang tunggu D5 sesuai informasi dari petugas check in. Di depan ruang tunggu D5 langsung diberitahu petugas bahwa Jetstar tujuan Perth pindah ke ruang tunggu D- 2. Gelagat keterlambatan tercium saat penumpang baru disuruh masuk pesawat lima menit menjelang keberangkatan. Benar saja, pilot menyampaikan lalu lintas penerbangan Bandara Soetta tengah padat sehingga pesawat belum bisa tinggal landas. Semua ritual menjelang keberangkatan telah dilaksanakan, termasuk peragaan keselamatan penerbangan. Penumpang duduk diam mananti pesawat bergerak. Dari inflight magazine yang saya baca sembari menunggu, saya jadi tahu bahwa pesawat ini sebelumya dari Singapore. Trayek yang dijalani adalah Singapore - Jakarta - Perth pp yang dilayani oleh Jetstar dua kali dalam seminggu.

Akhirnya setelah kurang lebih satu jam berdiam diri, barulah jetstar bergerak menuju landas pacu.  

Pemeriksaan Imigrasi Bandara Perth

Tiba di Perth masih sangat pagi, sekitar pukul 02.30. Sepertinya tidak ada tanda-tanda pesawat lain yang tiba berdekatan sebelum kedatangan Jetstar ini. Bagian imigrasi masih sepi. Karena sepi inilah maka petugas imigrasi jadi memiliki keleluasaan untuk “menginterogasi” penumpang, termasuk saya korbannya. Pertanyaan yang diajukan begitu banyak,  bahkan bukan lagi fokus mengenai diri saya. Yang ditanyakan justru orang yang akan saya kunjungi di Perth. Ya sudah; anggap saja sebagai pengalaman karena kemungkinan itu akan terjadi di lain kesempatan. Beberapa makanan lolos karena tidak diperiksa, padahal di dalamnya ada abon, serundeng kelapa, dan enting gepuk. 



Menyimak Play Group di Perth


Play Group di Perth

Dalam kunjungan kali ini saya sempatkan untuk melihat-lihat aktivitas play group di Perth. Di tempat ini orangtua dan anak-anak pra sekolah berkumpul. Kegiatan dikelola oleh seorang ibu pensiunan yang memiliki passion dengan dunia anak-anak. Sifat kegiatannya gotong royong para orangtua yang datang.

Halaman bermain playgroup di Perth

Gotong royong mengeluarkan alat permainan

Orangtua yang berbagi tugas. Ada yang membersihkan lantai ruangan, mengeluarkan alat-alat permainan, mengupas buah-buahan untuk menu makan bersama anak-anak, dan hal-hal yang diperlukan agar anak dapat bermain di tempat ini. Pesertanya beragam, bukan hanya warga Perth, namun juga para pendatang dari berbagai negara yang sedang tinggal di Perth.


Asyiknya bermain

Mendengarkan dongeng

Anak-anak pun tampak bergembira di arena permainan. Kegiatannya beragam. Selain bermain di halaman, ada pula kegiatan menggambar, mewarnai, memotong, dan menempel. Sebelum pulang, mereka dikumpulkan untuk mendengarkan dongeng dari Ibu Pengasuh dan bermain dalam kelompok. Kegiatan diakhiri dengan makan buah bersama yang dibawa oleh masing-masing anak. 

Makan buah bersama



Bermain bersama

Sepulang dari menyaksikan kegiatan di play group, suasana begitu semilir di jalanan Perth. Angin sepoi-sepoi memadukan para insan yang tengah menjalin relasi yang demikian dekat. Ini seperti yang terlihat di salah satu halte bis universitas di Perth sebagaimana foto di bawah ini.


Relasi yang intim

Terlantar di Bandara Perth

Inilah pertama dalam hidup menginap di bandara di luar negeri. Kisahnya berawal dari email pemberitahuan oleh Jetstar pada Kamis (8 Agustus 2013). Intinya, karena alasan cuaca penerbangan ke Jakarta untuk Jumat (9 Agustus 2013) yang seharusnya berangkat pukul 02.20 ditunda. Herannya, tidak ada pemberitahuan sama sekali ditunda untuk berapa lama. Yang ada justru penawaran alternatif, yaitu ikut penerbangan pukul 00.05 ke Singapura, dilanjutkan dengan penerbangan ke Jakarta. Saya pun mengambil pilihan ini melalui pesanan perubahan jadwal secara online. Mendekati pukul 21.00 tak ada email konfirmasi. Saya pun memutuskan berangkat ke bandara. Dalam perjalanan ke bandara itulah baru Jetstar memberitahukan melalui email kedua bahwa penerbangan ke Singapura juga ditunda. Apa boleh buat, perjalanan sudah mendekati bandara. Sesampai bandara barulah saya mendapatkan informasi langsung dari petugas bahwa penerbangan ke Jakarta diundur menjadi pukul 09.30 (Jumat, 9 Agustus 2013). Itu berarti mundur  tujuh jam lebih, sementara pada saat itu waktu masih menunjukkan pukul sepuluh malam (hari Kamis). Sudah terbayang risiko 12 jam menunggu di bandara.
Ruang tunggu Perth International Airport nan lapang

Upaya mencari alternatif penerbangan untuk malam itu, atau setidaknya Jumat pagi esok harinya, percuma karena malam itu seluruh kantor penerbangan di Bandara Perth lantai dua tidak ada yang buka. Pemesanan online pun sudah tidak tersedia, kecuali Garuda dengan harga tinggi dan waktu pemberangkatan pun tidak jauh berbeda dengan Jetstar. Tak ada pilihan lain, kembali ke counter check in Jetstar di lantai satu dan menerima penundaan tersebut. Kali ini saya mendapatkan seat 24C. Sebagai kompensasi, saya diberi secarik kupon senilai AUD 15 yang dapat ditukarkan dengan refreshment di kantin bandara. 

Apa yang terjadi terjadilah;  menginap di Bandara Perth, bersama dengan beberapa penumpang senasib. Kelak (siang hari saat berbincang dengan penumpang lain di pesawat) saya baru tahu bahwa penumpang yang memiliki nomor HP Australia mendapatkan pemberitahuan melalui SMS mengenai penundaan ini. Mereka tidak perlu datang malam itu dan menjadi terlantar seperti saya. 

Fasilitas Internet Perth Airport

Setelah melihat-lihat situasi yang memungkinkan untuk merebahkan badan, pilihan jatuh di kursi tunggu tak jauh dari money changer bandara. Di sinilah saya mencoba memejamkan mata. Tidur tiada nyenyak malam itu, sebentar-sebentar terbangun. 
Ruang tunggu Perth Airport begitu luas dan nyaman







Mengintip Jetstar JQ 114 dari ruang tunggu

Melongok pesawat dari ruang tunggu Bandara Perth

Jetstar JQ 114 yang terlambat

Tiba kembali di Jakarta, rasanya seperti baru saja lolos dari ujian. Yah, uji kesabaran telantar di negeri orang.